bernasnews – Sejumlah belasan korban ‘penipuan’ pembelian rumah bersubsidi melakukan koordinasi terkait penyuluhan hukum atas dampak rumah bersubsidi yang berlokasi di Bawuran, Wonolelo, Bukit Pandawa Godean, dengan menghadirkan narasumber dari lembaga hukum DPR Law House, bertempat di Pendopo Mandiraloka, Kantor Panembahan, Kemantren Kraton, Yogyakarta, Sabtu (28/1/2023).
Hadir sebagai narasumber Sukirno, SH, MH dan Armen Dedi, SH serta Irawan Nurisma dari sebuah developer perumahan yang juga sebagai Anggota REI Yogyakarta. Acara tersebut diinisiasi oleh Jokosa, salah seorang yang juga menjadi korban. Dalam rangka mencari solusi terkait persoalan hukum guna melakukan langkah-langkah lebih lanjut.
Armen Dedi mengemukakan, bahwa dalam pertemuan ini pihaknya juga mengajak rekannya yang merupakan Anggota REI Yogyakarta untuk membantu memberikan wawasan seperti apa perumahan, dari awal pembangunan hingga akhir sehingga sebagai korban dapat mengetahui apa-apa yang ganjal atau ganjil apabila nanti itu jadi persoalan.
“Tapi saya yakin peserta yang hadir di sini tentu ada persoalan. Pada prinsipnya persoalan yang dihadapi oleh peserta adalah sama, cuma tinggal besar kecilnya yang merasa dirugikan atau besar kecilnya uang yang telah dikeluarkan. Hal ini bisa terjadi karena kekurangan, kelemahan para korban tidak melakukan investigasi dan melacak sebelum lakukan transaksi,” ungkap Armen.
Dikatakan, bahwa perumahan bersubsidi ini sebagai pandangan umum memang menjadi program daripada pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Menteri PUPR, dengan nomor 242/ KPTS/M/ 2020. “Itu peraturan dasarnya, hanya dalam pelaksanaannya kemungkinan banyak yang menggunakan kesempatan di dalam program ini sehingga munculah PT atau CV untuk melakukan proyek-proyek tersebut, yang kemudian melakukan pemasaran untuk mencari calo-calon pembeli perumahan,” terang Armen.
Beberapa informasi yang kami terima, lanjut Armen mengatakan, antara PT dan CV yang tertera dalam brosur (iklan) bahkan tidak saling kenal dan saling menghindar. Kemudian pada saat melakukan transaksi itu yang menerima siapa? Banyak hal yang harus kita lacak/ investigasi. Pasalnya kejadian ini pada tahun 2018 hingga sekarang 2023 tidak ada tindaklanjutnya sehingga bapak ibu merasa tertipu.
“Apabila lahannya ada namun pembangunannya tidak sesuai dengan ketentuan dalam brosur bapak ibu pun dilindungi secara hukum oleh undang-undang yaitu undang-undang perlindungan konsumen. Apakah bapak ibu dalam posisi sebagai korban perlindungan konsumen atau korban penipuan, atau wanprestasi yakni sesuatunya itu ada tapi tidak dilakukan oleh pihak yang bersangkutan,” kata dia.
Sementara menurut Irawan Nurisma, bahwa persoalan rumah bersubsidi ini banyakhal yang meragukan, pertama tempat/ lokasi. Kedua, dari lokasi itu seharusnya developer sudah bisa menunjukkan contoh untuk sertifikat dan pecah kavlingnya ada atau tidak ada. Kemudian dari peta itu kita lihat data keanggotaan REI-nya.
“Perusahaan atau developer yang telah masuk menjadi Anggota REI lebih bagus daripada yang perusahaan perorangan. Menurut informasi dari yang berwajib di Kasubid Perumahan, bahwa di Jogja ini yang sedang ditangani ada lebih 150 hektar mirip dan bermodus sama, jadi saran beliau agar data tersebut dikumpulkan selengkap-lengkapnya apabila akan melakukan class action melalui lembaga hukum, apakah ini dari jaringan yang sama yang sedang ditangani,” papar Irawan.
Pihaknya mengajak kepada para korban untuk lebih menakankan langkah-langkah ke depan, yang akan kita lakukan entah perdata atau pidana. Kalau sudah sampai di kepolisian kita berharap ada titik terang. “Pasalnya Timsus akan mencari oknumnya terlebih dahulu, dari sini baru bisa dilihat bisa diperdatakan atau dipidanakan. Semakin lengkap datanya semakin bagus,” pungkasnya.
Dari paparan peserta yang merupakan korban, bahwa mereka tertarik untuk bertransaksi rumah bersubsidi itu karena berdasar melalui iklan dalam bentuk brosur maupun yang tertayang di sebuah akun media sosial. Lantaran tidak/ kurang memahami dalam bertransaksi dalam bidang property sehingga mereka percaya saja untuk membayar uang DP hingga tahap angsuran hingga pelunasan, sehingga total yang telah dibayarkan korban pada oknum marketing rumah bersubsidi, berkisar belasan juta hingga ada yang lebih dari Rp 150 juta. (ted)